Bata Usia Pensiun Dan Denah Pemberhentian Pns Berdasarkan Pp 11 Tahun 2017

Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 11 Tahun 2017 ihwal Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Maret 2017, juga diatur mengenai beberapa denah pemberhentian Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan penanganannya. Skema-skema itu di antaranya pemberhentian atas ajakan sendiri, alasannya mencapai batas usia pensiun, dan alasannya perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah.

Menurut PP ini, PNS yang mengajukan ajakan berhenti, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Permintaan berhenti sebagaimana dimaksud sanggup ditunda untuk paling usang 1 (satu) tahun, apabila PNS yang bersangkutan masih diharapkan untuk kepentingan dinas.

“Permintaan berhenti ditolak apabila: a. sedang dalam proses peradilan alasannya diduga melaksanakan tindak pidana kejahatan; b. terikat kewajiban bekerja pada Instansi Pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. dalam investigasi pejabat yang berwenang mengusut alasannya diduga melaksanakan pelanggaran disiplin PNS; d. sedang mengajukan upaya banding administratif alasannya dijatuhi sanksi disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas ajakan sendiri sebagai PNS; e. sedang menjalani sanksi disiplin; dan/ atau f. alasan lain berdasarkan pertimbangan PPK (Pejabat Pembina Kepegawaian),” suara Pasal 238 ayat (3) PP ini.

Adapun PNS yang telah mencapai Batas Usia Pensiun diberhentikan dengan hormat sebagai PNS. Batas Usia Pensiun sebagaimana dimaksud yaitu: a. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat administrasi, pejabat fungsional andal muda, pejabat fungsional andal pertama, dan pejabat fungsional keterampilan; b. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan c. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PNS yang memangku pejabat fungsional andal utama.

“Batas Usia Pensiun bagi PNS yang menduduki JF (Jabatan Fungsional) yang ditentukan dalam undang-undang, berlaku ketentuan sesuai dengan Batas Usia Pensiun yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan,” suara Pasal 240 PP ini.

PP ini juga menyebutkan, dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang menjadikan kelebihan PNS maka PNS tersebut terlebih dahulu disalurkan pada Instansi Pemerintah lain.

Dalam hal terdapat PNS yang bersangkutan tidak sanggup disalurkan, dan pada ketika terjadi perampingan organisasi sudah mencapai usia 50 (lima puluh) tahun dan masa kerja 10 (sepuluh) tahun, berdasarkan PP ini, diberhentikan dengan hormat dengan menerima hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Apabila PNS sebagaimana dimaksud: a. tidak sanggup disalurkan pada instansi lain; b. belum mencapai usia 50 (lima puluh) tahun; dan c. masa kerja kurang dari l0 (sepuluh) tahun, berdasarkan PP ini, diberikan uang tunggu paling usang 5 (lima) tahun. Dan apabila hingga dengan 5 (lima) tahun PNS sebagaimana dimaksud tidak sanggup disalurkan, maka PNS tersebut diberhentikan dengan hormat dan diberikan hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Dalam hal pada ketika berakhirnya sumbangan uang tunggu PNS sebagaimana dimaksud  belum berusia 50 (lima puluh) tahun, jaminan pensiun bagi PNS mulai diberikan pada ketika mencapai usia 50 (lima puluh) tahun,” suara Pasal 241 ayat (5) PP Nomor 11 Tahun 2017.

PP ini juga menyebutkan, PNS yang tidak cakap jasmani dan/atau diberhentikan dengan hormat apabila: a. tidak sanggup bekerja lagi dalam semua alasannya kesehatannya; b. menderita penyakit atau kelainan yang berbahaya bagi dirinya sendiri atau lingkungan kerjanya; atau c. tidak bisa bekerja kembali sehabis berakhirnya cuti sakit.

Ketentuan mengenai tidak cakap jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud, berdasarkan PP ini, berdasarkan hasil investigasi tim penguji kesehatan yang dibuat oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan beranggotakan dokter pemerintah.

“PNS yang diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud menerima hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” suara Pasal  242 ayat (5) PP ini.

Menurut PP ini, PNS yang meninggal dunia atau tewas diberhentikan dengan hormat sebagai PNS dengan menerima hak kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

PNS dinyatakan meninggal dunia apabila: a. meninggalnya tidak dalam dan alasannya menjalankan tugas; b. meninggalnya sedang menjalani masa uang tunggu; atau c. meninggalnya pada waktu menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Sedangkan PNS dinyatakan tewas apabila meninggal: a. dalam dan alasannya menjalankan kiprah dan kewajibannya; b. dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinas, sehingga kematian itu disamakan dengan keadaan sebagaimana dimaksud pada abjad a; c. pribadi diakibatkan oleh luka atau cacat rohani atau jasmani yang didapat dalam dan alasannya menjalankan kiprah kewajibannya atau keadaan lain yang ada hubungannya dengan kedinasan; dan/ atau d. alasannya perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab atau sebagai akhir tindakan anasir itu.

Untuk PNS dinyatakan hilang di luar kemampuan dan kemauan PNS yang bersangkutan apabila: a. tidak diketahui keberadaannya; dan b. tidak diketahui masih hidup atau telah meninggal dunia. “PNS yang hilang sebagaimana dimaksud dianggap telah meninggal dunia dan sanggup diberhentikan dengan hormat sebagai PNS pada final bulan ke-12 (dua belas) semenjak dinyatakan hilang,” suara Pasal 244 ayat (4) PP ini.

Dalam hal PNS yang hilang sebagaimana dimaksud ditemukan kembali dan masih hidup, berdasarkan PP ini, sanggup diangkat kembali sebagai PNS sepanjang yang bersangkutan belum mencapai Batas Usia Pensiun. Pengangkatan kembali sebagai PNS sebagaimana dimaksud dilakukan sehabis PNS yang bersangkutan diperiksa oleh PPK dan pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri).

“Dalam hal berdasarkan hasil investigasi sebagaimana dimaksud terbukti hilang alasannya kemauan dan kemampuan yang bersangkutan, PNS yang bersangkutan dijatuhi sanksi disiplin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” suara Pasal 245 ayat (3) PP ini.

PP ini  menegaskan, PNS sanggup diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan alasannya dieksekusi penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap alasannya melaksanakan tindak pidana dengan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.

PNS yang dipidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap alasannya melaksanakan tindak pidana tidak dengan berencana, berdasarkan PP ini, tidak diberhentikan sebagai PNS apabila: a. perbuatannya tidak menurunkan harkat dan martabat dari PNS; b. mempunyai prestasi kerja yang baik; c. tidak mensugesti lingkungan kerja sehabis diaktifkan kembali; dan d. tersedia lowongan Jabatan.

“PNS yang tidak diberhentikan sebagaimana dimaksud, selama yang bersangkutan menjalani pidana penjara maka tetap bersatus sebagai PNS dan tidak mendapatkan hak kepegawaiannya hingga diaktifkan kembali sebagai PNS,” suara Pasal 249 ayat (1) PP ini.

PNS sebagaimana dimaksud diaktilkan kembali sebagai PNS apabila tersedia lowongan Jabatan. Dalam hal tidak tersedia lowongan jabatan, berdasarkan PP ini, dalam jangka waktu paling usang 2 (dua) tahun, PNS yang bersangkutan diberhentikan dengan hormat.

PP ini juga menegaskan, PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila: a. melaksanakan penyelewengan terhadap Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. dipidana dengan pidana penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap alasannya melaksanakan tindak pidana kejahatan Jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan Jabatan dan/ atau pidana umum; c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau d. dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap alasannya melaksanakan tindak pidana dengan sanksi pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilalukan dengan berencana.

Sedangkan PNS yang dipidana dengan pidana penjara kurang dari 2 (dua) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan aturan tetap alasannya melaksanakan tindak pidana dengan berencana, berdasarkan PP ini, diberhentikan dengan hormat tidak atas ajakan sendiri sebagai PNS.

Menurut PP ini, PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas ajakan sendiri apabila melaksanakan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat. Pemberhentian sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai disiplin PNS.

PNS juga wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada ketika ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan perwakilan Ralryat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh forum yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.

PNS yang tidak menjabat lagi sebagai ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi, ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial, ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, menteri dan jabatan setingkat menteri, kepala perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, berdasarkan PP ini, diberhentikan dengan hormat sebagai PNS apabila dalam waktu paling usang 2 (dua) tahun tidak tersedia lowongan Jabatan.

PP ini juga menegaskan, PNS yang terbukti memakai ijazah palsu dalam training kepegawaian diberhentikan dengan hormat tidak atas ajakan sendiri.


“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” suara Pasal 364 Peratuan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 7 April 2017 itu.  (sumber: setkab.go.id)



= Baca Juga =