Supervisi Manajerial

SUPERVISI MANAJERIAL
Pengertian Supervisi Pendidikan

Istilah supervisi berasal dari dua kata, yaitu “super” dan “vision”. Dalam Webster’s New World Dictionary istilah super berarti “higher in rank or position than, superior to (superintendent), a greater or better than others” (1991:1343) sedangkan kata vision berarti “the ability to perceive something not actually visible, as through mental acuteness or keen foresight (1991:1492).

Supervisor yakni seorang yang profesional. Dalam menjalankan tugasnya, ia bertindak atas dasar kaidah-kaidah ilmiah untuk meningkat- kan mutu pendidikan. Untuk melaksanakan  supervise diharapkan kelebihan yang sanggup melihat dengan tajam terhadap permasalahan peningkatan mutu pendidikan, memakai kepekaan untuk memahaminya dan tidak hanya sekedar memakai penglihatan mata biasa. Ia membina pening- katan mutu akademik melalui penciptaan situasi berguru yang lebih baik,  baik dalam hal fisik maupun lingkungan non fisik.
============================================




============================================

Perumusan atau pengertian supervisi sanggup dijelaskan dari banyak sekali sudut, baik berdasarkan asal-usul (etimologi), bentuk perkataannya, maupun isi yang terkandung di dalam perkataanya itu (semantic). Secara etimologis, supervisi berdasarkan S. Wajowasito dan W.J.S Poerwadarminta yang dikutip oleh Ametembun (1993:1) : “Supervisi dialih bahasakan dari perkataan inggris “Supervision” artinya pengawasan.

Pengertian supervisi secara etimologis masih berdasarkan Ametembun (1993:2), menyebutkan bahwa dilihat dari bentuk perkataannya, supervisi terdiri dari dua buah kata super + vision : Super = atas, lebih, Vision = lihat, tilik, awasi. Makna yang terkandung dari pengertian tersebut, bahwa seorang supervisor mempunyai kedudukan atau posisi lebih dari orang yang disupervisi, tugasnya yakni melihat, memeriksa atau mengawasi orang-orang yang disupervisi.

Para mahir dalam bidang manajemen pendidikan memperlihatkan kese-pakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar, menyerupai yang diungkapkan oleh ( Gregorio, 1966, Glickman Carl D, 1990, Sergiovanni, 1993 dan Gregg Miller, 2003). Hal ini diungkapkan pula dalam goresan pena Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika (Association for Supervision and Curriculum Development, 1987:129) yang menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the primary focus in educational supervision is-and should be-the improvement of teaching and learning. The term instructional supervision is widely used in the literature of embody all effort to those ends. Some writers use the term instructional supervision synonymously with general supervision.

Supervisi yang lakukan oleh pengawas satuan pendidikan, tentu mempunyai misi yang berbeda dengan supervisi oleh kepala sekolah. Dalam hal ini supervisi lebih ditujukan untuk memperlihatkan pelayanan kepada kepala sekolah dalam melaksanakan pengelolaan kelembagaan secara efektif dan efisien serta menyebarkan mutu kelembagaan pendidikan.

Dalam konteks pengawasan mutu pendidikan, maka supervisi oleh pengawas satuan pendidikan antara lain kegiatannya berupa pengamatan secara intensif terhadap proses pembelajaran pada forum pendidikan, kemudian ditindak lanjuti dengan kontribusi feed back. (Razik, 1995: 559). Hal ini sejalan pula dengan pandangan L Drake (1980: 278) yang menyebutkan bahwa supervisi yakni suatu istilah yang sophisticated, alasannya yakni hal ini mempunyai arti yang luas, yakni identik dengan proses mana-jemen, administrasi, penilaian dan akuntabilitas atau banyak sekali aktivi- tas serta kreatifitas yang berafiliasi dengan pengelolaan kelembagaan pada lingkungan kelembagaan setingkat sekolah.

Rifa’i (1992: 20) merumuskan istilah supervisi merupakan penga- wasan profesional, alasannya yakni hal ini di samping bersifat lebih spesifik juga melaksanakan pengamatan terhadap kegiatan akademik yang mendasarkan pada kemampuan ilmiah, dan pendekatannya pun bukan lagi pengawasan manajemen biasa, tetapi lebih bersifat menuntut kemampuan profesional yang demokratis dan humanistik oleh para pengawas pendidikan.

Supervisi intinya diarahkan pada dua aspek, yakni: supervisi akademis, dan  supervisi manajerial. Supervisi akademis menitikberatkan pada pengamatan supervisor terhadap kegiatan akademis, berupa pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Supervisi manajerial menitik beratkan pada pengamatan pada aspek-aspek pengelolaan dan manajemen sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran.

Oliva (1984: 19-20) menjelaskan ada empat macam kiprah seorang pengawas atau supervisor pendidikan, yaitu sebagai: coordinator, consultant, group leader dan evaluator. Supervisor harus bisa mengkoordinasikan programs, goups, materials, and reports yang berkaitan dengan sekolah dan para guru. Supervisor juga harus bisa berperan sebagai konsultan dalam manajemen sekolah, pengembangan kurikulum, teknologi pembelajaran, dan pengembangan staf. Ia harus melayani kepala sekolah dan guru, baik secara kelompok maupun indivi- dual. Ada kalanya supervisor harus berperan sebagai pemimpin kelompok, dalam pertemuan-pertemuan yang berkaitan dengan pengem- bangan kurikulum, pembelajaran atau manajemen sekolah secara umum.

Gregorio (1966)  mengemukakan bahwa ada lima fungsi utama supervisi, yaitu: sebagai inspeksi, penelitian, pelatihan, bimbingan dan penilaian. Pertama, Fungsi inspeksi antara lain berperan dalam mempelajari kea- daan dan kondisi sekolah, dan pada forum terkait, maka kiprah seorang supevisor antara lain berperan dalam melaksanakan penelitian mengenai keadaan sekolah secara keseluruhan baik pada guru, siswa, kurikulum tujuan berguru maupun metode mengajar, dan target inspeksi yakni menemukan permasalahan dengan cara melaksanakan observasi, interview, angket, pertemuan-pertemuan dan daftar isian.

Kedua, Fungsi penelitian yakni mencari jalan keluar dari permasalahan yang berafiliasi sedang dihadapi, dan penelitian ini dilakukan sesuai dengan mekanisme ilmiah, yakni merumuskan perkara yang akan diteliti, mengumpulkan data, mengolah data, dan melaksanakan analisa guna menarik suatu kesimpulan atas apa yang berkembang dalam menyusun taktik keluar dari permasalahan diatas.

Ketiga, Fungsi training merupakan salah satu perjuangan untuk meningkatkan keterampilan guru/kepala sekolah dalam suatu bidang. Dalam training diperkenalkan kepada guru cara-cara  gres yang lebih sesuai dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran, dan jenis training yang sanggup dipergunakan antara lan melalui demonstrasi mengajar, workshop, seminar, observasi, individual dan group conference, serta kunjungan supervisi.

Keempat, Fungsi bimbingan sendiri diartikan sebagai perjuangan untuk mendorong guru baik secara perorangan maupun kelompok semoga mereka mau melaksanakan banyak sekali perbaikan dalam menjalankan tugasnya. Kegiatan bimbingan dilakukan dengan cara membangkitkan kemauan, memberi semangat, mengarahkan dan merangsang untuk melaksanakan percobaan, serta membantu menerapkan sebuah mekanisme mengajar yang baru.


Kelima, Fungsi penilaian yakni untuk mengukur tingkat kemajuan yang diinginkan, seberapa besar telah dicapai dan penilaian ini dilakukan dengan beragai cara menyerupai test, penetapan standar, penilaian kemajuan berguru siswa, melihat perkembangan hasil penilaian sekolah serta mekanisme lain yang berorientasi pada peningkatan mutu pendidikan.

1. Pengertian Supervisi Manajerial
Sebagimana dijelaskan di muka, supervisi merupakan  kegiatan  professional yang  dilakukan  oleh  pengawas sekolah  dalam  rangka  membantu  kepala  Sekolah,  guru  dan  tenaga kependidikan  lainnya  guna  meningkatkan  mutu  dan  efektivitas penyelenggaraan  pendidikan  dan  pembelajaran. Supervisi  ditujukan  pada  dua aspek  yakni: manajerial  dan  akademik. Supervisi  manajerial  menitik beratkan pada  pengamatan  pada  aspek-aspek  pengelolaan  dan  manajemen sekolah yang berfungsi sebagai pendukung (supporting) terlaksananya pembelajaran. 

Dalam Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/Madrasah (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2009: 20) dinyatakan bahwa Supervisi Manajerial adalah supervisi  yang  berkenaan  dengan  aspek  pengelolaan Sekolah  yang  terkait pribadi dengan peningkatan efisiensi dan efektivitas Sekolah yang meliputi perencanaan,  koordinasi,  pelaksanaan,  penilaian,  pengembangan  ompetensi sumberdaya  manusia  (SDM)  kependidikan  dan  sumberdaya  lainnya.  Dalam melaksanakan  fungsi  supervisi  manajerial,  pengawas Sekolah/madrasah berperan  sebagai:  (1)  kolaborator  dan  negosiator  dalam  proses  perencanaan, koordinasi,  pengembangan  manajemen  Sekolah,  (2)  asesor  dalam mengidentifikasi  kelemahan  dan  menganalisis  potensi Sekolah,  (3)  pusat informasi  pengembangan  mutu  Sekolah,  dan  (4)  evaluator  terhadap pemaknaan hasil pengawasan.


Esensi supervisi manajerial yakni pemantauan dan pembinaan terhadap pengelolaan dan manajemen sekolah. Dengan demikian fokus supervisi ini ditujukan pada pelaksanaan bidang garapan manajemen sekolah, yang antara lain meliputi: (a) manajemen kurikulum dan pembelajaran, (b) kesiswaan, (c) sarana dan prasarana, (d) ketenagaan, (e) keuangan, (f) kekerabatan sekolah dengan masyarakat, dan (g) layanan khusus.

Dalam melaksanakan supervisi terhadap hal-hal di atas, pengawas sekaligus juga dituntut melaksanakan pematauan terhadap pelaksanaan standar nasional pendidikan yang meliputi delapan komponen, yaitu: (a) standar isi, (b) standar kompetensi lulusan, (c) standar proses, (d) tandar pendidik dan tenaga kependidikan, (e) standar sarana dan prasarana, (f) standar pengelolaan, (g) standar pembiayaan, dan (h) standar penilaian. Tujuan supervisi terhadap kedelapan aspek tersebut yakni semoga sekolah terakreditasi dengan baik dan sanggup memenuhi standar nasional pendidikan.


Salah satu fokus penting lainnya dalam dalam supervisi manajerial oleh pengawas terhadap sekolah, yakni berkaitan pengelolaan atau manaje- men sekolah. Sebagaimana diketahui dalam dasa warsa terakhir telah dikem- bangkan wacana manajemen berbasis sekolah (MBS), sebagai bentuk paradigma gres pengelolaan dari sentralisasi ke desentralisasi yang memberi- kan otonomi kepada pihak sekolah dan meningkatkan partisipasi masyarakat (Sudarwan Danim, 2006: 4) Pengawas dituntut sanggup menjelaskan sekaligus mengintroduksi model penemuan manajemen ini sesuai dengan konteks sosial budaya serta kondisi internal masing-masing sekolah. 


2.  Prinsip-Prinsip, Metode dan Teknik  Supervisi Manajerial
1).  Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Prinsip-prinsip  supervisi  manajerial  pada  hakikatnya  tidak  berbeda dengan supervisi akademik, yaitu:

a. harus menjauhkan diri dari sifat otoriter, menyerupai ia bertindak sebagai atasan dan kepala Sekolah/guru sebagai bawahan.

b. Supervisi  harus  mampu  menciptakan  hubungan  kemanusiaan  yang harmonis. Hubungan  kemanusiaan  yang diciptakan  harus  bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal (Dodd, 1972).

c.  Supervisi  harus  dilakukan  secara  berkesinambungan.  Supervisi bukan  tugas  bersifat  sambilan  yang  hanya  dilakukan  sewaktu-waktu  jika  ada  kesempatan (Alfonso  dkk.,  1981  dan  Weingartner, 1973). 

d.  Supervisi  harus  demokratis.  Supervisor  tidak  boleh  mendominasi pelaksanaan supervisi. Titik tekan supervisi yang demokratis yakni aktif dan kooperatif. 

e.  Program  supervisi  harus  integral.  .  Di  dalam  setiap  organisasi pendidikan  terdapat  bermacam-macam  sistem  perilaku  dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan (Alfonso, dkk., 1981). 

f.  Supervisi  harus  komprehensif.  Program  supervisi  harus  meliputi keseluruhan  aspek,  karena  hakikatnya  suatu  aspek  pasti  terkait dengan aspek lainnya. 

g.  Supervisi  harus  konstruktif.  Supervisi  bukanlah  sekali-kali  untuk mencari kesalahan-kesalahan kepala Sekolah/ guru. 

h.  Supervisi  harus  obyektif.  Dalam  menyusun,  melaksanakan,  dan mengevaluasi,  keberhasilan  program  supervisi  harus  obyektif. Obyektivitas  dalam  penyusunan  program  berarti  bahwa  aktivitas supervisi    itu harus  disusun  berdasarkan  persoalan  dan  kebutuhan kasatmata yang dihadapi Sekolah. 


2).  Metode dan Teknik  Supervisi Manajerial
Berikut  ini  akan  diuraikan  tentang  beberapa  metode  supervisi manajerial,  yaitu:  monitoring  dan  evaluasi,  refleksi  dan FGD,  metode Delphi, dan Workshop.

a.  Monitoring dan Evaluasi
Metode  utama  yang   harus  dilakukan  oleh  pengawas Sekolah dalam supervisi manajerial yakni monitoring dan evaluasi. 

1). Monitoring
Monitoring  adalah  suatu  kegiatan untuk  mengetahui perkembangan pelaksanaan  penyelenggaraan Sekolah,  apakah  sudah  sesuai  dengan rencana,  program,  dan/atau  standar  yang  telah  ditetapkan,  serta menemukan hambatan-hambatan yang harus diatasi dalam pelaksanaan program  (Rochiat,  2008:  115).  Monitoring  lebih  berpusat  pada pengontrolan  selama  program  berjalan  dan lebih  bersifat  klinis.  Melalui monitoring,  dapat  diperoleh  umpan  balik  bagi Sekolah atau  pihak  lain yang  terkait  untuk  menyukseskan  ketercapaian  tujuan.  Aspek-aspek yang dicermati dalam  monitoring yakni hal-hal yang dikembangan dan dijalankan  dalam  Rencana  Pengembangan  Sekolah  (RPS).  Dalam melakukan  monitoring  ini  tentunya  pengawas  harus  melengkapi  diri dengan  parangkat  atau  daftar  isian  yang  memuat  seluruh  indikator sekolah yang harus diamati dan dinilai. 

2). Evaluasi
Kegiatan  evaluasi  untuk  mengetahui  sejauhmana  kesuksesan pelaksanaan  penyelenggaraan  sekolah  atau  sejauhmana  keberhasilan  yang telah  dicapai  dalam  kurun  waktu  tertentu.  Tujuan  evaluasi  utamanya  yakni untuk 
(a)  mengetahui  tingkat  keterlaksanaan  program, 
(b)  mengetahui keberhasilan  program,
(c)  mendapatkan  bahan/masukan  dalam  perencanaan tahun  berikutnya,  dan 
(d)  memberikan  penilaian  (judgement)  terhadap Sekolah.

b. Diskusi Kelompok Terfokus (Focused Group Discussion)
Hasil  monitoring  yang  dilakukan  pengawas  hendaknya  disampaikan secara terbuka kepada pihak Sekolah, terutama kepala Sekolah, komite Sekolah dan  guru.  Secara  bersama-sama  pihak  Sekolah  dapat  melakukan  refleksi terhadap  data  yang  ada,  dan  menemukan  sendiri  faktor-faktor  penghambat serta  pendukung  yang  selama  ini  mereka  rasakan.  Forum  untuk  ini  sanggup berbentuk   Focused  Group  Discussion  (FGD),  yang  melibatkan  unsur-unsur stakeholder  Sekolah.  Diskusi  kelompok  terfokus  ini  dapat  dilakukan  dalam beberapa  putaran  sesuai  dengan  kebutuhan.  Tujuan FGD  adalah  untuk menyatukan sudut  pandang stakeholder mengenai  realitas  kondisi  (kekuatan dan kelemahan) sekolah, serta menentukan  langkah-langkah strategis maupun operasional  yang  akan  diambil  untuk  memajukan sekolah.  Peran  pengawas dalam  hal  ini  adalah  sebagai  fasilitator  sekaligus  menjadi  narasumber  apabila diperlukan,  untuk  memberikan  masukan  berdasarkan  pengetahuan  dan pengalamannya. 

Agar FGD dapat  berjalan  efektif,  maka  diperlukan  langkah-langkah  sebagai berikut:
1)  Sebelum FGD dilaksanakan, semua akseptor sudah mengetahui maksud diskusi serta permasalahan yang akan dibahas.
2)  Peserta FGD  hendaknya  mewakili  berbagai  unsur,  sehingga  diperoleh pibu/bapangan yang berragam dan komprehensif.
3)  Pimpinan  FGD  hendaknya  akomodatif  dan  berusaha  menggali pikiran/ibu/bapak akseptor dari sudut pandang  masing-masing unsur. 
4)  Notulen  hendaknya  benar-benar  teliti  dalam  mendokumentasikan usulan atau sudut pandang semua pihak.
5)  Pimpinan FGD hendaknya  mampu  mengontrol  waktu  secara  efektif, dan mengarahkan pembicaraan semoga tetap fokus  pada permasalahan.
6)  Apabila  dalam  satu pertemuan  belum  diperoleh  kesimpulan  atau kesepakatan, maka sanggup dilanjutkan pada putaran berikutnya. Untuk ini  diperlukan  catatan  mengenai  hal-hal  yang  telah  dan  belum disepakati.

c. Metode Delphi
Metode Delphi dapat  digunakan  oleh  pengawas  dalam  membantu  pihak Sekolah merumuskan  visi,  misi  dan  tujuannya.  Sesuai  dengan  konsep  MBS. Dalam  merumuskan  Rencana  Pengembangan Sekolah (RPS)  sebuah sekolah harus mempunyai rumusan visi, misi dan tujuan yang terang dan realistis yang digali dari  kondisi sekolah,  peserta  didik,  potensi  daerah,  serta  pibu/bapangan seluruh stakeholder. 

Metode Delphi sanggup disampaikan oleh pengawas kepada kepala sekolah ketika  hendak  mengambil  keputusan  yang  melibatkan  banyak  pihak. Langkah-langkahnya berdasarkan Gordon (1976: 26-27) yakni sebagai:
1).  Mengidentifikasi individu atau pihak-pihak yang dianggap memahami persoalan  dan  hendak  dimintai  pendapatnya  mengenai pengembangan Sekolah;
2).  Masing-masing  pihak  diminta  mengajukan  pendapatnya  secara tertulis tanpa disertai nama/identitas;
3).  Mengumpulkan  pendapat  yang  masuk,  dan  membuat  daftar urutannya sesuai dengan jumlah orang yang beropini sama.
4).  Menyampaikan kembali daftar rumusan pendapat dari banyak sekali pihak tersebut untuk diberikan urutan prioritasnya.
5).  Mengumpulkan  kembali  urutan  prioritas  menurut  peserta,  dan menyampaikan  hasil  akhir  prioritas  keputusan  dari  seluruh  akseptor yang dimintai pendapatnya. 

d.  Workshop
Workshop  atau  lokakarya  merupakan  salah  satu    metode  yang  sanggup ditempuh pengawas dalam melaksanakan supervisi manajerial. Metode ini tentunya bersifat kelompok dan sanggup melibatkan beberapa kepala Sekolah, wakil kepala Sekolah dan/atau  perwakilan  komite sekolah.  Penyelenggaraan  workshop  ini tentu  disesuaikan  dengan  tujuan  atau  urgensinya,  dan  dapat  diselenggarakan bersama  dengan  Kelompok  Kerja  Kepala Sekolah,  Kelompok  Kerja  Pengawas Sekolah  atau  organisasi  sejenis  lainnya.    Sebagai  contoh,  pengawas  sanggup mengambil inisiatif untuk mengadakan workshop perihal pengembangan KTSP, sistem administrasi, kiprah serta masyarakat, sistem penilaian dan sebagainya.

Agar  pelaksanaan workshop berjalan  efektif,  perlu  dilakukan  langkah-langkah sebagai berikut.
a. Menentukan  materi  atau  substansi  yang  akan  dibahas  dalam workshop.Materi  workshop  biasanya  terkait  dengan  sesuatu  yang  bersifat praktis,  walaupun  tidak  terlepas  dari  kajian  teori  yang  diharapkan sebagai acuannya.
b. Menentukan  peserta.  Peserta  workshop  hendaknya  mereka  yang  terkait dengan materi yang dibahas.
c. Menentukan  penyaji  yang  membawakan  kertas  kerja.  Kriteria  penyaji workshop antara lain:
1)  Seorang praktisi yang benar-benar melaksanakan hal yang dibahas.
2)  Memiliki pemahaman dan ibu/bapak teori yang memadai.
3) Memiliki  kemampuan  menulis  kertas  kerja,  disertai  contoh-contoh praktisnya.
4)  Memiliki kemampuan presentasi yang baik.
5) Memiliki kemampuan untuk memfasilitasi/membimbing peserta. d.  Mengalokasikan waktu yang cukup.


e.  Mempersiapkan sarana dan kemudahan yang memadai.
Dalam pelaksanaan supervisi manajerial, pengawas sanggup menerapkan teknik supervisi  individual  dan  kelompok.  Teknik  supervisi  individual  di  sini  yakni pelaksanaan  supervisi  yang  diberikan  kepada  kepala Sekolah  atau  personil lainnya yang mempunyai perkara khusus dan bersifat perorangan.  Teknik supervisi kelompok yakni satu cara melaksanakan aktivitas supervisi yang ditujukan pada dua orang atau lebih. Kepala-kepala sekolah yang diduga, sesuai  dengan  analisis  kebutuhan,  memiliki  masalah  atau  kebutuhan  atau kelemahan-kelemahan  yang  sama  dikelompokkan  atau  dikumpulkan  menjadi satu/bersama-sama.  Kemudian  kepada  mereka  diberikan  layanan  supervisi sesuai dengan permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.



Referensi:

Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.1981. Instructional Supervision, A Behavior System, Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Danim, Sudarwan. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1982.  Alat Penilaian Kemampuan Guru: Buku I. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
----------------. 1982. Panduan Umum Alat Penilaian Kemampuan Guru. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru.
--------------. 1996. Pedoman Kerja Pelaksanaan Supervisi, Jakarta: Depdikbud
-------------- .1996. Jabatan Fungsional Pengawas Sekolah dan Angka Kreditnya
           Jakarta: Depdikbud.
 --------------.1997. Pedoman Pembinaan  Profesional Guru Sekolah Dasar. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar
--------------. 1997. Pedoman Pengelolaan Gugus Sekolah: Jakarta: Proyek  Peningkatan Mutu Sekolah Dasar, Taman Kanak-kanak dan SLB
--------------.1998. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengawas
             Sekolah dan Angka Kreditnya, Jakarta: Depdikbud.
---------------. 2003. Pedoman Supervisi Pengajaran. Jakarta: Ditjen Dikdasmen.
Glickman, C.D 1995. Supervision of Instruction. Boston: Allyn And Bacon Inc.
Gwynn, J.M. 1961. Theory and Practice of Supervision. New York: Dodd, Mead & Company.

McPherson, R.B., Crowson, R.L., & Pitner, N.J. 1986. Managing Uncertainty: Administrative Theory and Practice in Education. Columbus, Ohio: Charles E. Merrill Pub. Co.
Oliva, Peter F. 1984. Supervision For Today’s School. New York: Longman.
Pidarta, Made. 1992. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Purwanto, Ngalim.2003. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Rosdakarya
Sergiovanni, T.J. 1982. Editor. Supervision of Teaching. Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Sergiovanni, T.J. 1987. The Principalship, A Reflective Practice Perspective. Boston: Allyn and Bacon.
Sergiovanni, T.J. dan R.J. Starrat. 1979. Supervision: Human Perspective. New York: McGraw-Hill Book Company.





= Baca Juga =