Penelitian Iowa State University Amerika Serikat menunjukkan, bermain game yang mengandung kekerasan selama 20 menit saja sanggup "mematikan rasa".
Menurut Direktur Indonesia Heritage Foundation, Wahyu Farrah Dina, anak akan gampang melaksanakan kekerasan dan kehilangan tenggang rasa kepada orang lain.
Wahyu menjelaskan, dikala ini banyak permainan di Play Station (PS) atau game online atau dalam jaringan (daring) di internet yang mengandung kekerasan.
"Dan sayangnya permainan ini kian menyebar dengan maraknya penyewaan PS dan menyebarnya warung internet (warnet)," kata Wahyu ibarat dikutip laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id, Ahad (17/4).
Agar tidak tercandu game berbahaya, Wahyu memperlihatkan tips untuk menanganinya. Pertama, orang renta perlu menyusun agenda acara anak pengganti game ibarat olahraga, seni dan sebagainya. Selanjutnya orang renta harus mengupayakan menjauhkan anak dari peralatan dan piranti lunak (software) game secara bertahap.
Kemudian meletakan PS, komputer atau perangkat game lainnya di ruang terbuka. Dengan kata lain, tidak diletakkan di kamar anak. Selain itu, orang renta juga seharusnya tidak mengenalkan game kepada anak di bawah usia 8 tahun, kecuali game edukatif.
Adapaun daftar Game yang mengandung kekerasan dan berbahaya untuk anak ialah sebagai berikut:
World of Warcraft
Grand Theft Auto (GTA)
Call of Duty
Point Blank
Cross Fire
War Rock
Counter Strike
Mortal Combat
Future Cop
Carmageddon
Shelshock
Raising Force
Atlantica
Conflict Vietnam
Bully
Sementara itu, Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Dirjen PAUD Dikmas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Harris Iskandar, menyampaikan cukup sulit bagi pemerintah membatasi peredaran game anak yang mengandung kekerasan. Pemerintah belum mempunyai rencana membentuk forum sensor game dalam waktu dekat.
“Kalau bentuk forum sensor game, belum. Game seperti ini sulit dibatasi peredarannya. Artinya, satu situs kita blokir, nanti muncul situs lainnya yang mengunggah konten sejenis,” ungkap Harris ketika dikonfirmasi Republika, Rabu (20/3).
Karena itu, menurutnya tugas kedua orangtua lebih efektif untuk membatasi dampak buruk game kepada anak-anaknya. Haris menyarankan, orangtua lebih membuka komunikasi kepada anak-anaknya untuk memperlihatkan gosip mana game yang boleh dan dihentikan dimainkan.
Jika perlu, lanjut dia, ayah dan ibu di rumah sanggup ikut terlibat pribadi dikala anak bermain game. “Dengan terlibat langsung, orangtua sanggup memberi beberapa instruksi perihal sisi negatif yang harus dihindari juga pembatasan waktu bermain game,” tutur Harris.
Dia kembali mengingatkan dua hal yang perlu diwaspadai akibatgame berkonten kekerasan. Pertama, katanya, kekerasan yang mengaburkan sisi kemanusiaan. Kedua, konten pornografi dalamgame tersebut.
Disinggung perihal agenda jangka panjang untuk mengatasi dampak game, pihaknya menyatakan akan mendorong perilaku pembelajar kepada orangtua. Orangtua disarankan terus mencari gosip terkait tumpuan asuh ideal untuk anak, salah satunya lewat laman sahabatkeluarga.kemdikbud.go.id.
Sumber: http://www.republika.co.id/