Pengertian Dan Tujuan Keterampilan Belajar

Pengertian Keterampilan Belajar. Belajar ialah berubah merupakan definisi klasik yang masih sanggup dipertahankan, alasannya ialah paling relevan dengan keberadaan sekolah sebagai biro perubahan.  Definisi yang inklusive ini mengakomodasi semua tujuan belajar, dari tujuan terendah yakni mengetahui fakta hingga ke tujuan tertinggi yakni kemampuan memecahkan masalah. Sekolah sebagai biro perubahan dan daerah berkembagnya aspek intelektual (head-on), akhlak (heart-on) dan keterampilan (hand-on) tidak sanggup direduksi hanya untuk salah satu tujuan berguru saja.  Sekolah akan kehilangan makna kalau menekankan  pada salah satunya dengan mengabaikan yang lain, alasannya ialah tujuan awal diadakannya sekolah ialah untuk membekali siswa dengan aneka macam aspek intelektual dan emosional yang mendasar sehingga ia cerdas, bermoral dan terampil.  (Harefa, 2000)

Learning to learn, berguru untuk belajar, tumbuh dari sinergi antara intelektual dan akhlak yang terekspresi dari hasil berguru otentik (actual outcomes) dalam bentuk karya dan perilaku.  Dimilikinya keterampilan berguru untuk berguru oleh siswa, dengan sendirinya akan dikuasi sejumlah aspek lain, termasuk keterampilan untuk hidup. Keterampilan berguru bukan keterampilan tunggal tetapi merupakan garis kontinum yang bermula dari titik awal kehidupan dan berakhir pada ajal insan itu sendiri.  Keterampilan berguru merupakan salah satu potensi dan kiprah asasi insan yang kuantitas dan kualitasnya dipengaruhi faktor eksternal.  Pendidikan ialah faktor eksternal dalam bentuk rekayasa sistematis untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas keterampilan belajar.  Berbagai cara telah dilakukan para pakar untuk menumbuhkan keterampilan belajar, diantaranya model pembelajaran berpikir yang dikembangkan Purwadhi (2000) yang telah teruji sanggup meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan kritis yang pada akibatnya sanggup menumbuhkan keterampilan berguru (skill to learn).

Pembelajaran bagi tumbuhnya keterampilan belajar juga dirasa sebagai salah satu kebutuhan mendasar bagi negara maju dalam menyongsong kala global sebagaimana penegasan Goh Chok Tong, P.M. Singapore,  pada The Singapore Expo (2001), bahwa kurikulum harus lebih menekankan pada kemampuan berpikir kreatif dan kritis serta pemecahan masalah.  Kemampuan ini sanggup tumbuh kalau siswa menghargai keterkaitan antar disiplin ilmu, memakai mekanisme pemecahan problem dan keterampilan berkomunikasi serta mau bekerja dalam kelompok kerja.  Dorongan terhadap siswa untuk menghargai aneka macam disiplin, tertib prosedur, serta aneka macam aspek lain yang diharapkan dalam kehidupan dan interaksi dengan sesamanya membuktikan bahwa siswa perlu mempunyai aneka macam keterampilan yang kompleks.  Keterampilan-keterampilan itu sanggup diperoleh dari proses keterampilan belajar.

Keterampilan berguru yang pertumbuhannya memerlukan aneka macam prasyarat tersebut se arah dengan konsep “Menjadi Manusia Pembelajar” yang ditulis oleh Harefa (2000).  Harefa (2000: 53) menulis apa yang diingatkan Jakob Sumardjo bahwa insan hidup untuk berguru (learning how to be), bukan berguru untuk hidup (learning how to do).  Hidup untuk belajar searah dengan perlunya keterampilan belajar, dan belajar untuk hidup searah dengan belajar terampil.  Hidup untuk berguru berarti mengeluarkan segenap potensi dirinya untuk membuat dirinya nyata bagi sesamanya.  Belajar untuk hidup berarti upaya mendapat pekerjaan.  Hidup untuk berguru lebih esensial, alasannya ialah berguru bukan hanya pembinaan tetapi proses untuk menjadi diri sendiri.
Seorang yang terampil berguru ia akan menjadi pembelajar bagi dirinya yang berbasis pada kesadaran bahwa we created by the Creator to be creature with creativity (Harefa, 2000: 119).  Bahwa kita ialah ciptaan yang dicipta oleh Sang Pencipta dan dianugerahi daya cipta untuk mencipta.  Bila seseorang telah menjadi insan pembelajar, ia akan sanggup membuat organisasi pembelajar, yakni organisasi yang terus menerus memperluas kapasitas membuat masa depan.  Seorang pembelajar akan lebih mempunyai tanggung jawab baik kepada Tuhan, kepada diri sendiri, dan kepada sesama manusia.  Seorang pembelajar akan memperoleh keterampilan berguru dan akibatnya akan lebih manusiawi, sebagaimana penegasan Senge (dalam Harefa, 2000: 139), bahwa dari berguru individu akan: (1) membuat kembali kepribadiannya, (2) melaksanakan sesuatu yang baru, (3) mencicipi hubungan yang lebih dalam dengan dunia, (4) sanggup memperluas kapasitas proses pembentukan kehidupan.


Tujuan Keterampilan Belajar
Tujuan selesai dari Keterampilan Belajar ialah dimilikinya kemampuan memecahkan problem secara bertanggung jawab.  Tanggung jawab ini mempunyai makna yang sangat dalam, melampaui kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh dari belajar.  Untuk mencapai tujuan selesai tersebut, harus dilampuai dua tujuan antara, yakni: (1) bisa mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya, dan (2) sanggup berusaha sekuat tenaga untuk mengaktualisasikan segenap potensinya, mengekspresikan dan menyatakan dirinya sepenuhnya-seutuhnya dengan cara menjadi diri sendiri.  (Harefa, 2000: 136).

Individu mengenali hakikat dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya alasannya ialah dalam proses belajarnya akan berhadapan dengan aneka macam tantangan, kesulitan, dan aneka macam kendala, yang semua itu merupakan ujian bagi inovasi diri sendiri; suatu proses pemahaman diri.  Melalui proses ini ia mengetahui potensi dirinya secara benar sehingga ia akan konsisten  pada satu bidang yang darinya sanggup dimunculkan satu maha karya.  Proses ini berbasis pada konsep pendidikan transformatif, yang berdasarkan Darmaningtyas (199: 177), merupakan model pendidikan yang kooperatif dan akomodatif terhadap kemampuan anak menuju proses berpikir yang bebas dan kreatif.  Implementasi pendidikan transformatif ialah pada keikutsertaan siswa dalam memahami realitas kehidupan dari yang konkret hingga yang abstrak.  Realitas kehidupan ini akan menjadi sumber ide dan kreativitas dalam melaksanakan analisis dan membangun visi kehidupan.


Untuk hingga kepada tujuan puncak, yakni kemampuan memecahkan problem secara bertanggung jawab, individu perlu mengaktualisasikan segenap potensinya dan mengekspresikannya secara otentik.  Dalam istilah Rachman (2000: 150), aktualisasi ini diharapkan semoga individu lebih menjadi manusia.  Aktualisasi segenap potensi ini ialah bentuk lain dari kebutuhan untuk berprestasi, yang dalam istilah McCleland (dalam Inkeles, 1974) disebut n Ach (need for achievement).  N Ach ini merupakan bab paling penting dalam membangun bangsa.  Dari hasil penelitiannya terhadap siswa-siswa di lebih dari 100 negara, McCleland  menyimpulkan bahwa ada hubungan positif antara kemajuan yang dicapai suatu bangsa dengan tingkat n Ach anak-anak bangsa tersebut, dan tingkat n Ach berkorelasi positif dengan kualitas dan kuantitas bacaan yang diserap sebelumnya.  (sumber: Belajar Keterampilan Berbasis Keterampilan Belajar / Learning Skill Based Skill Learning Oleh: Dwi Nugroho Hidayanto)





= Baca Juga =