Hari raya yakni ketika berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum mukminin di dunia yakni alasannya yakni Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan keyakinan terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapat anugerah dan ampunan-Nya.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu tiba setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing tiba sekali dalam setiap tahun. Adapun hari Raya yang selalu tiba tiap minggu yakni hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai perhiasan (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Di dunia ini kaum mukminin mempunyai tiga hari Raya: hari Raya yang selalu tiba setiap minggu dan dua hari Raya yang masing-masing tiba sekali dalam setiap tahun. Adapun hari Raya yang selalu tiba tiap minggu yakni hari Jum'at, ia merupakan hari Raya mingguan, terselenggara sebagai perhiasan (penyempurna) bagi shalat wajib lima kali yang merupakan rukun utama agama islam setelah dua kalimat syahadat.
Ketika Nabi shallallahu alaihi wasallam tiba di Madinah, kaum Anshar mempunyai dua hari istimewa, mereka bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul fitri dan 'Idul Adha (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i dengan sanad hasan).
Hadits ini memberikan bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya yakni sunnah dan disyari'atkan. Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada segenap kerabat dengan banyak sekali hal yang tidak diharamkan yang dapat mendatangkan kesejukan tubuh dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya lupa untuk ta'at kepada Allah.
Pada ketika hari Raya 'Idul Fitri, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma -dengan bilangan ganjil tiga, lima atau tujuh- sebelum pergi melaksanakan shalat 'Id. Tetapi pada 'Idul Adha ia tidak makan terlebih dahulu hingga ia pulang, setelah itu gres memakan sebagian daging hewan sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat 'Idul Fitri biar kaum muslimin mempunyai kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat 'Idul Adha supaya kaum muslimin dapat segera menyembelih hewan kurbannya.
Mengenai hal tersebut, Allah Ta 'ala berfirman : "Maka dirikanlah shalat alasannya yakni Tuhanmu dan berkorbanlah" (Al Kautsar: 2).
Ibnu Umar, sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar untuk shalat 'Id kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah hingga ke daerah shalat ia senantiasa bertakbir.
Nabi shallallahu blaihi wasallam melaksanakan shalat' Id terlebih dahulu gres berkhutbah, dan ia shalat dua raka'at· Pada rakaat pertama ia bertakbir 7 kali berturut-turut dengan Takbiratul Ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca ketika itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas'ud radhiallahu 'anhu, ia berkata : "Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta 'ala serta membaca shalawat.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir.
Sedangkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan "Qaf" pada raka'at pertama serta surat "Al-Qamar" di raka'at kedua.
Kadang-kadang ia membaca surat "Al-A'la" pada raka'at pertama dan "Al-Ghasyiyah" pada raka'at kedua. Kemudian ia bertakbir kemudian ruku' dilanjutkan takbir 5 kali pada raka'at kedua lain membaca Al-Fatihah dan surat. Setelah selesai ia menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, kemudian ia memberikan khutbah yang berisi wejangan, tawaran dan larangan.
Beliau (Nabi shallallahu wasalam) selalu melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang (dari shalat) 'Id.' Juga Beliau selalu mandi sebelum shalat 'Id.
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda : "Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)." (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, ia berkata : "Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunaikan shalat 'Id dua raka'at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya." (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini memberikan bahwa shalat 'Id itu hanya dua raka'at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari'atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
Adapun kebiasaan yang dilakukan kebanyakan orang di ketika hari Raya dengan berduyun-duyun pergi memenuhi banyak sekali daerah hiburan dan permainan yakni tidak dibenarkan, alasannya yakni hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka menyerupai melaksanakan dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya yakni untuk berdzikir kepada Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Dikutip dari Tuntunan Ibadah Di Bulan Ramadhan karya Syaikh Muhammad Ibn Jaarullah Al Jaarullah