Kabar akan dihapuskannya kontribusi profesi guru telah menyebabkankan para guru gelisah, hal tersebut disampaikan Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo.
PGRI tidak akan tinggal membisu apabila kontribusi profesi guru hingga dihapus. Ia menyatakan, bila abolisi kontribusi profesi guru tersebut hingga benar-benar dilaksanakan, maka Jakarta akan dibanjiri demo para guru. “Saya mengingatkan, bila pemerintah hingga menghapus kontribusi profesi, terpaksa akan terjadi tsunami di Jakarta,'' katanya dalam program seminar pendidikan HUT PGRI Ke-70 dan Hari Guru Nasional Tahun 2015 di Purbalingga, Sabtu (14/11).
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo menyatakan bahwa dalam Undang-Undang mengenai Aparatur Sipil Negara (UU ASN) memang tidak diatur problem kontribusi profesi guru. Namun, ia menyebutkan, selain UU ASN yang berlaku kini ini juga UU No 14 tahun 2005 perihal Guru dan Dosen.
''Berdasarkan asas aturan lex specialis, Undang-undang yang sudah mengatur secara khusus, tidak sanggup lagi dikenai aturan UU yang sifatnya umum," katanya. Untuk itu, UU Guru dan Dosen yang megatur secara khusus tidak lagi sanggup dikenakan aturan seusai UU ASN yang sifatnya berlaku umum. Apalagi guru yang masuk dalam ASN hanya sebagian, yaitu guru yang berstatus PNS. "Padahal, ada banyak guru yang non PNS,'' ujarnya.
Dia menyatakan, PGRI juga akan memperjuangkan biar guru honorer di sekolah negeri sanggup ikut sertifikasi. Hal tersebut menurut PP No 74 Tahun 2008 Tentang Guru yang menyatakan guru tetap yakni guru yang diangkat oleh pemerintah, pemerintah kawasan (pemda) atau tubuh penyelenggara pendidikan, dan satuan pendidikan untuk jangka waktu minimal dua tahun.
''Sebenarnya dalam UU Guru tidak ada istilah guru honorer atau guru tidak tetap. Kaprikornus bila guru honorer meminta kepala kawasan mengangkat guru menjadi GTT, seharusnya justru dihentikan alasannya yakni di UU tidak dikenal istilah guru honorer atau guru tidak tetap (GTT),'' ungkapnya.
''Sebenarnya dalam UU Guru tidak ada istilah guru honorer atau guru tidak tetap. Kaprikornus bila guru honorer meminta kepala kawasan mengangkat guru menjadi GTT, seharusnya justru dihentikan alasannya yakni di UU tidak dikenal istilah guru honorer atau guru tidak tetap (GTT),'' ungkapnya.
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistiyo menegaskan, guru tetap non-PNS ini juga berhak menerima kontribusi profesi. Hal tersebut tertuang dalam pasal 15 ayat 2 aksara g PP tersebut.
Namun ia menyatakan, Kementrian Pendidikan belakangan telah menciptakan anutan sertifikasi yang memundurkan pengertian guru tetap menjadi dua, yaitu guru PNS dan guru tetap yayasan di sekolah swasta. ''Seharusnya dihentikan ibarat ini, alasannya yakni aturan menteri seharusnya mengacu pada aturan yang ada di atasnya,'' jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Sulistyo juga mengaku PB PGRI telah mengusulkan biar guru honorer memperoleh penghasilan minimal di atas kebutuhan hidup minimal serta jaminan kesejahteraan sosial. PGRI telah mengkaji bahwa UMR guru minimal Rp 3.150.000.
''Hal ini alasannya yakni UMR guru berbeda dengan UMR buruh pabrik. Pegawai pabrik tidak perlu membeli buku, bila guru perlu membeli buku,'' jelasnya.