Tahap-Tahap Perkembangan Penerima Asuh

Perkembangan  kehidupan  insan termasuk penerima didik atau perkembangan siswa sanggup digambarkan dalam tiga periode (Semiawan, 2001), yaitu  periode progresif (usia  0–20 tahun), stabil (21-65 tahun), dan  regresif  (umur  66-80 tahun).  Siswa Sekolah Menengah Pertama berkisar pada  usia  12-15 tahun yang  dalam  periodisasi tersebut termasuk pada periode progresif. Periode ini ditandai peningkatan dan kemajuan (progress) dalam aneka macam kemampuan.


Pada tahap perkembangan penerima didik / siswa pada periode progresif  anak lebih lebih banyak didominasi dorongan untuk tumbuh dan berkembang (self generated) dibandingkan dengan dorongan untuk bertahan (self sustaining). Anak  dalam  periode ini  ditandai dengan perkembangan fisik yang begitu cepat, kematangan emosional, intelektual, sosial, maupun perkembangan talenta dan kreativitas. Seorang ahli  perkembangan, Hurlock  menguraikan  rentangan kehidupan insan yang  terdiri atas sebelas masa yaitu: (1) Prenatal: ketika konsepsi hingga lahir; (2) Masa neonatus      : lahir hingga selesai ahad kedua sehabis lahir; (3) Masa bayi: selesai ahad kedua hingga selesai tahun kedua; (4) Masa kanak-kanak: Dua tahun hingga enam tahun; (5) Masa kanak-kanak akhir     : Enam tahun hingga sepuluh atau sebelas tahun; (6) Pubertas/preadolescence: Sepuluh tahun atau duabelas tahun hingga tiga belas atau empat belas tahun; (7) Masa remaja awal: Tiga belas atau empat belas tahun hingga tujuh belas tahun; (8) Masa remaja akhir: Tujuh belas tahun sampi duapuluh satu tahun; (9) Masa remaja awal: Duapuluh satu tahun hingga empat puluh tahun; (10) Masa setengah baya: Empat puluh hingga enampuluh tahun; dan (11) Masa tua: Enam puluh tahun hingga meninggal dunia.

======================================




======================================

Dalam pembagian rentangan usia berdasarkan Hurlock di atas, tahap perkembangan penerima didik / siswa SMP termasuk ke dalam rentangan  usia pubertas/preadolesence dan  remaja awal.Liang  membagi masa “puberteit” sebagai berikut: (1) Pra Puberteit, (laki-laki:13–14 tahun) fase Negatif,   (wanita: 12–13 tahun) sturmdung drang; (2) Puberteit, (       laki-laki:14–18 tahun ) Merindu, (Wanita: 13–18 tahun) Puja; dan (3) Adolescence, (laki – laki:19-23 tahun ), (wanita: 18–21 tahun ).

Pengertian Pubertas
          Pubertas  merupakan suatu  periode  dimana  kematangan  kerangka  dan seksual  terjadi   secara  pesat  terutama  pada  awal masa  remaja. Pubertas  merupakan  suatu  proses  yang  terjadi  berangsur-angsur. Pubertas merupakan peride transisi  dalam peralihan antara masa kanak-kanak dengan masa remaja; disebut kanak-kanak tidak tepat, sementara ia belum sanggup dikatakan sebagai remaja. Ahli lain menyebutkan  pubertas sebagai  usia menjadi orang; suatu periode dimana  anak dipersiapkan untuk bisa menjadi individu yang sanggup melaksanakan kiprah pokok secara  biologis berupa melanjutkan keturunannya atau berkembang- biak. Periode  ini sangat singkat lantaran dialami oleh individu  dalam waktu 2 hingga 4 tahun lamanya.
Pubertas diistilahkan sebagai “fase negative” (Charlotte Buhler). Diistilahkan sebagai “fase” lantaran waktunya demikian singkat dalam kurun waktu garis kehidupan. Disebut “negatif” lantaran terdapat sikap dan sifat-sifat negatif yang belum terlihat dalam masa kanak-kanak.  Hurlock menguraikan secara rinci perihal tanda-tanda – tanda-tanda negative phase ini sebagai berikut: impian untuk menyendiri (desire for isolation), berkurang kemauan untuk bekerja (disinclination ), kurang koordinasi fungsi – fungsi tubuh (incoodinations), kejemuan (boredom), kegelisahan (restlessess), kontradiksi sosial (social antagonism), kontradiksi terhadap kewibawaan orang remaja (resistance to authority), kepekaan perasaan (heightened emostionality), kurang percaya diri (lack of self-confidernce), mulai timbul minat pada lawan seks (preoccupation with sex), kepekaan perasaan susila (excessive modesty), dan kesukaan  berkhayal (day dreaming).
          Pubertas merupakan periode yang munculnya secara berbeda-beda antara individu satu dengan individu lainnya. Siswa  yang  cepat   memperlihatkan “gejala puber” dan ada juga  yang lambat. Tetapi  jarang siswa  yang cepat  memperlihatkan hingga sebelum usia 11 tahun dan jarang pula yang terlalu lambat memasuki masa pubertas yang hingga melampaui usia 14 tahun.

Tahap perkembangan penerima didik / siswa Secara Fisik
Tahap perkembangan penerima didik / siswa secara fisik  terkait  dengan  perubahan  hormonal dan perubahan  tubuh.  Perubahan  ini  lebih awal pada  perempuan  dari pada  laki-laki. Empat  ciri  perubahan   tubuh yang  paling menonjol pada  perempuan  adalah: (1) pertambahan  tinggi tubuh yang cepat, (2) menarche, pertumbuhan buah dada, (3) pertumbuhan rambut kemaluan.  Empat  perubahan  tubuh yang  paling menonjol pada  laki-laki adalah: (1) pertambahan  tinggi tubuh yang cepat, (2) pertumbuhan penis, pertumbuhan testis, dan pertumbuhan  rambut kemaluan (Santrock, 1995).
Faktor  yang  menimbulkan pertumbuhan  kumis  pada  remaja  laki-laki dan  melebarnya  pinggul pada  belum dewasa perempuan yaitu banjirnya  hormon, yaitu  zat-zat kimia  yang sangat  berpengaruh yang  disekresikan  oleh kelenjar-kelenjar  endokrin dan  dibawa  keseluruh tubuh oleh pedoman darah. Konsentrasi hormon-hormon tertentu meningkat. Hormon testosteron hormon  yang berkaitan dengan  perkembangan alat  kelamin, pertambahan tinggi, dan perubahan suara  pada  anak laki-laki.  Estradiol adalah  suatu  hormon yang berkaitan dengan perkembangan  buah dada, rahim, dan  kerangka  pada  belum dewasa perempuan.   Perubahan  biologis ditandai dengan ciri-ciri seks primer, seks sekunder. Secara  rinci  dapat  diuraikan sebagai berikut.

(1)  Ciri-ciri seks primer, terang membedakan dua jenis kelamin. Perkembangan organ-organ seks bagi si puber perempuan ditandai dengan adanya haid pertama atau “menarche” yang disertai dengan aneka macam perasaan tak lezat bagi yang mengalaminya; sedangkan perkembangan organ–organ seks bagi si puber laki-laki di tandai oleh adanya “mimpi polusi” atau “mimpi basah” yang di kenal dengan “nocturnal emissions”.

(2)  Ciri-ciri seks sekunder lebih terang membedakan antara dua jenis kelamin. Gejala yang ditunjukkan oleh si puber perempuan antara lain pinggul yang membesar dan membulat, buah dada yang semakin menonjol, tumbuhnya rambut di tempat alat kelamin, ketiak, lengan dan kaki, serta perubahan bunyi dari bunyi kanak-kanak menjadi merdu (meodius), kelenjar keringat lebih aktif dan sering tumbuh jerawat, kulit menjadi lebih kasar dibandingkan kulit anak. 

Gejala-gejala puber yang ditunjukkan oleh laki-laki antara lain otot-otot tubuh, dada, lengan, paha dan kaki tumbuh kuat; tumbuhnya rambut di tempat alat kelamin, betis dan kadang kala dada; terjadi perubahan suara, yaitu nada dan bunyi merendah hingga hingga selesai masa remaja, volume bunyi turun satu oktaf, aktifnya kelenjar-kelenjar ini menghasilkan keringat yang banyak walaupun mereka bergerak sedikit saja.  Pada usia 11/12 tahun umumnya perempuan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan pria. Inilah salah satu lantaran sering ada puber laki-laki yang menjauhi bahkan bermusuhan dengan puber perempuan atau disebut “sex antagonisme.” Dalam pertumbuhan biologis lebih lanjut, si puber perempuan lebih memperlihatkan lekuk tubuh yang menarik, dan si puber laki-laki lebih memperhatikan tubuh kekar; mereka mulailah timbul saling tertarik antara dua jenis kelamin. Hal yang demikian ini dipengaruhi oleh daya tarik seksual atau “sex appeal”.

Tahap perkembangan penerima didik / siswa dilihat dari Perkembangan  Sosial dan Emosional
Perilaku sebagian ciri pubertas ini ditunjukkan dalam sikap, perasaan,  impian dan perbuatan–perbuatan. Sikap pubertas yang paling menonjol antara lain yaitu sikap tidak hening dan tidak menentu, hal yang dahulu menarik kini tidak lagi; adanya penentangan terhadap orang lain, kontradiksi tertuju pada orang remaja atau orang yang lebih berkuasa; adanya sikap negatif yaitu kurang hati-hati, gemar membicarakan orang lian, cepat tersinggung, gampang curiga dan sebagainya. Perasaan pubertas yang sangat menonjol antara lain yaitu rasa sedih, yaitu ingin menangis dan murka meskipun penyebabnya “remeh”, memusuhi jenis kelamin lain; adanya rasa bosan terhadap permainan yang pernah disenanginya. Hal perasaan lain yang tampak yaitu impian untuk menyendiri dan bahagia melongo perihal dirinya. Perbuatan–perbuatan yang sering tampak antara lain terlihat enggan bekerja, tampak selalu lelah, kadang kala perilakunya “tidak sopan”. Secara rinci perkembangan  sosial dan  emosional  dapat  dijelaskan  sebagai berikut.

(1) Pada masa ini  perasaan remaja   sangat peka; remaja mengalami angin ribut dan topan dalam kehidupan perasaan dan emosinya. Keadaan semacam ini diistilahkan sebagai “storm and stress” Tidak asing lagi bagi orang yang mengerti kalau melihat sikap dan sifat remaja yang sesekali sangat bernafsu dalam bekerja, tiba-tiba berganti lesu; kegembiraan yang meledak bertukar dengan rasa sedih yang sangat, rasa yakin diri berganti rasa ragu diri yang berlebihan. Termasuk dalam pendidikan dan laporan kerja tidak sanggup direncanakan dan ditentukannya. Lebih-lebih dalam persahabatanya dan “cinta”, rasa persahabat sering bertukar menjadi senang, ketertarikan pada lain jenis suka “loncat-loncatan” atau “cinta – monyet”.

(2) Perkembangan sikap dan moral
Perkembangan sikap dan moral yang menonjol  terutama  menjelang   selesai masa remaja. Organ–organ seks yang telah matang menimbulkan remaja mendekati lawan seks. Ada dorongan–dorongan seks dan kecenderungan memenuhi dorongan itu, sehingga kadang kala dinilai oleh masyarakat tidak sopan. Tambahan pula, ada keberanian mereka menonjolkan “sex appeal” serta keberanian dalam pergaulan dan “menyerempet “ bahaya. Dari keadaan tersebut itulah kemudian sering timbul dilema dengan orang bau tanah atau orang remaja lainya.

(3) Konflik orang bau tanah – remaja
Masa awal remaja  yaitu suatu  periode  ketika   konflik dengan orang bau tanah meningkat. Peningkatan ini sanggup disebabkan oleh sejumlah faktor: perubahan  biologis  pubertas, kognitif, peningkatan idealisme dan kecerdikan sehat logis, perubahan sosial yang berfokus pada  kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan  pada orang tua.  
Status remaja awal tidak saja sulit ditentukan, bahkan membingungkan. Perlakuan yang diberikan oleh orang remaja terhadap remaja awal sering berganti-ganti. Ada keraguan orang remaja untuk memperlihatkan tanggung jawab kepada remaja dengan dalih “mereka masih kanak-kanak.” Namun, pada lain kesempatan si remaja awal sering mendapat teguran sebagai “orang yang sudah besar” apabila remaja awal bertingkah laris kekanak-kanakan. Akibatnya, si remaja pun mendapat sumber kebingungan   dan menambah masalahnya.

(4) Otonomi dan Attachment
Banyak orang bau tanah mengalami  kesulitan  dalam  menangani  tuntutan remaja akan otonomi. Walaupun tuntutan  ini merupakan alah satu  tanda  perkembagnan remaja. Tuntutan  remaja  akan  otonomi dan tanggung  jawab membingungkan dan membuat murka orang tua. Orang tua  menganggap remaja melepaskan diri dari genggamannya. Orang tua  mungkin frustrasi lantaran berharap remaja menuruti nasehat mereka dan mau meluangkan waktu  bersama dengan keluarga.
Kemampuan remaja  untuk meraih otonomi dan memperoleh kendali atas perilakunya dicapai melalui reaksi-reaksi orang remaja yang tepat terhadap impian remaja untuk memperoleh kendali.
Attachment yang  kokoh atau  keterkaitan dengan orang tua  meningkatkan korelasi sobat sebaya  yang kompeten dan relasi  erat yang positif di luar keluarga.

(5)  Relasi   remaja dengan  orang tua
Perubahan-perubahan  fisik, kognitif dan sosial  dalam perkembangan remaja  mempengaruhi  hakikat relasi  orang tua-remaja. Perubahan-perubahan  hubungan  pengasuhan  yang terjadi  juga  mempengaruhi  hakekat korelasi ini.

(6)  Klik dan kelompok
Relasi  dengan kelompok  sobat sebaya   pada  masa  remaja dapat  dikatagorikan  dalam tiga  bentuk:   kelompok yaitu  kelompok yang terbesar   dan kurang  bersifat  pribadi, klik yaitu  kelompok yang  lebih kecil, memilki  kedekatan yang  lebih besar  diantara  anggota-anggota, persahabatan individual.  Tekanan  untuk  mengikuti teman-teman sebaya   adalah  kuat  selama  masa  remaja.

(7) Berkencan
Berkencan  dapat  merupakan   suatu bentuk seleksi pasangan,  rekreasi, sumber status  dan prestasi, serta  suatu  lingkungan untuk berguru tentang  korelasi yang akrab. Kebanyakan  remaja  melakukan  kegiatan ini. Remaja  perempuan cenderung lebih tertarik   dalam penanjakan keintiman dan kepribadian   dari pada  remaja laki-laki.

(8)  Masa remaja awal yaitu masa yang kritis
Remaja awal dikatakan kritis lantaran dalam masa ini remaja akan dihadapkan dengan soal apakah ia sanggup menghadapi dan memecahkan masalahnya atau tidak. Keadaan remaja yang sanggup menghadapi suatu masalahnya dengan baik, menjadi modal dasar   dalam menghadapi dilema selanjutnya.

Perubahan–perubahan korelasi antara remaja laki-laki dan remaja perempuan yang terjadi sepanjang periode pubertas dan masa remaja awal, menyerupai yang pernah digambarkan oleh Scheinfeld dalam matrik sebagai berikut.

Dalam usia 9 – 11 tahun
Para pubertas laki-laki merasa bermusuhan atau tidak peduli terhadap sobat wanita, tetapi si puber perempuan mulai memperlihatkan perhatiannya kepada sobat pria
Dalam usia 11 – 14 tahun
Para remaja mengadakan kolaborasi dalam kelompok-kelompok. Beberapa di antara mereka telah mulai menjalin huibungan “cinta”.
Dalam usia 15 – 16/17 tahun
Antara remaja laki-laki dan perempuan telah banyak yang mengadakan kencan (dating) atau “going steady.”


Tahap perkembangan penerima didik / siswa dilihat dari Perkembangan  Kogniti
Perkembangan  kognitif  terkait dengan  bagaimana  cara  remaja  berpikir. Pemikiran  remaja  semakin abstrak, logis dan idealistik; lebih  mampu  menguji  pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain, dan  apa yang orang  lain pikirkan tentang  diri mereka dan cenderung  menginterpretasikan   dan  memantau  dunia sosial. Perkembangan  kognitif  terkait dengan  teori  Piaget tentang  operasional  formal, kognisi sosial dan   pengambilan keputusan.

(1) Pemikiran  Operasional  Formal
Menurut  Piaget  pemikiran  operasional  formal  berlangsung antara  usia  11-15 tahun. Pemikiran   operasional  formal lebih  aneh dibandingkan dengan   pemikiran seorang anak.  Remaja  tidak  lagi terbatas  pada  pengalaman konkret nyata sebagai dasar  pemikiran.  Sebaliknya  mereka  sanggup membangkitkan  situasi – situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan  hipotetis, atau  dalil-dalil dan kecerdikan sehat yang benar-benar  abstrak.   Pada usia 12 tahun kemampuan anak untuk mengerti informasi abstrak  sempurna. Selanjutnya kesempurnaan mengambil kesimpulan dan informasi aneh dimulai pada usia 14 tahun. Akibatnya si remaja awal suka menolak hal-hal yang tidak masuk akal. Pertentangan pendapat  sering terjadi dengan orang tua, guru, atau orang remaja lainnya kalau mereka (remaja) mendapat pemaksaan untuk mendapatkan pendapat tanpa alasan rasional. Namun, dengan alasan yang masuk akal, remaja juga cenderung mengikuti pemikiran orang dewasa.

Selain  kemampuan berpikir abstrak, pemikiran remaja juga  idealis. Remaja  mulai berpikir   tentang  ciri-ciri ideal bagi mereka  sendiri dan  orang lain dan membandingkan diri mereka dan orang lain dengan standar-standar  ideal ini.

Remaja  juga  bisa berpikir   lebih logis.  Remaja  mulai berpikir menyerupai ilmuan, yang  menyusun  rencana-rencana  untuk memecahkan dilema dan menguji pemecahan dilema secara  sistimatis.
(2)  Kognisi Sosial
Perubahan-perubahan   yang mengesankan   dalam kognisi  sosial  menjadi ciri  perkembagnan  remaja. Remaja  mengembangkan  suatu  egosentris khusus.  Menurut  Santrock  egosentris remaja  memiliki  dua penggalan yaitu  penonton imajinasi dan dongeng  pribadi. Penonton  imajinasi ialah bahwa  keyakinan remaja  bahwa  orang  lain memperhatikan dirinya sebagaimana  halnya dengan  dirinya sendiri.  Perilaku mengundang  perhatian, ingin tampil dan  diperhatikan umum terjadi pada  masa  remaja. Dongeng  pribadi  ialah penggalan dari egosentrisme remaja  yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Rasa unik pribadi remaja  membuat mereka merasa bahwa  tidak seorangpun mengerti  bagaimana  perasaan mereka sebenarnya.
(3) Pengambilan Keputusan
Masa  remaja  adalah  masa semakin  meningkatnya  pengambilan keputusan.  Remaja mengambil keputusan tentang  masa depan, teman-teman mana  yang  dipilih. Remaja  yang  lebih bau tanah lebih kompeten dibandingkan dengan  remaja yang  lebih muda. Transisi pengambilan keputusan  muncul kira-kira pada  usia  11 hingga  12 tahun dan  pada  usia  15 hingga 16 tahun.
Remaja  perlu  banyak  peluang  untuk  mempraktekkan dan  mendiskusikan  pengambilan keputusan yang  realistis.  Banyak  keputusan-keputusan  dunia nyata  terjadi didalam atmosfir yang menegangkan, yang mempunyai faktor-faktor menyerupai kendala waktu dan  keterlibatan emosional. 
Pengambilan keputusan sanggup dilakukan  melalui bimbingan kelompok  tentang    berbagai  permasalahan  tentang  seks, obat-obatan.

Tugas-tugas Perkembangan Remaja
Tugas perkembangan merupakan tugas-tugas yang muncul pada setiap periode perkembangan individu selama hidupnya. Kerberhasilan menuntaskan kiprah perkembangan dalam periode perkembangan tertentu, akan membantu individu dalam menuntaskan kiprah perkembangan pada periode perkembangan selanjutnya. Demikian sebaliknya, kegagalan dalam mencapai kiprah perkembangan pada periode perkembangan tertentu akan menghambat penyelesaian kiprah perkembangan pada periode selanjutnya. Terdapat sepuluh kiprah perkembangan bagi para remaja, yaitu sebagai berikut.
(1)   Mencapai korelasi sosial yang lebih matang dengan teman-teman sebaya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin yang lain. Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai perempuan dan laki-laki sebagai laki-laki, menjadi insan remaja di antara orang–orang dewasa. Mereka  sanggup bekerja sama dengan orang lain dengan tujuan–tujuan bersama, sanggup memahami dan mengendalikan perasaan–perasaan pribadi dan berguru memimpin orang lain tanpa dominasi.

(2)   Dapat menjalankan peranan-peranan sosial berdasarkan jenis kelamin masing-masing; artinya mempelajari dan mendapatkan peranan masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan/norma-norma masyarakat.

(3)   Menerima kenyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif-efektifnya dengan perasaan puas.

(4)   Mencapai kepuasan emosional dari orang bau tanah atau orang remaja lainnya. Ia tidak kekanak-kanakkan lagi, yang selalu tertarik kepada orang tuanya. Ia membebaskan dirinya dari ketergantungannya terhadap orang bau tanah atau orang lain.

(5)   Mencapai kebebasan ekonomi. Ia merasa sanggup untuk hidup berdasarkan usahanya sendiri. Ini terutama sangat penting bagi laki-laki. Akan tetapi remaja ini bagi kaum perempuan pun kiprah ini berangsur-angsur menjadi sangat penting.

(6)   Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Artinya berguru menentukan satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakatnya dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

(7)   Mempersiapkan diri untuk melaksanakan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan mempunyai anak. Bagi perempuan ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan sebagaiman mengurus rumah tangga (home management) dan memelihara anak.

(8)   Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang dibutuhkan untuk kepentingan hidup bermasyarakat. Maksudnya ialah, bahwa untuk menjadi warga negara yang baik perlu mempunyai pengetahuan perihal hukum, pemerintahan, ekonomi, politik, geografi, hakikat insan dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

(9)   Memperlihatkan tingkah laris yang secara sosial sanggup dipertanggungjawabkan. Artinya, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagi orang remaja yang bertanggungjawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun nasional.

(10)          Memperoleh sejumlah norma-norma sebagai pedoman dalam tindakan-tindakannya dan sebagai pandangan hidupnya. Norma-norma itu secara sadar dikembangkan dan direalisasikan dalam tetapkan kedudukan insan dalam hubungannya dengan alam semesta, dan dalam hubungannya dengan manusia-masusia lain; membentuk suatu citra dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi dengan yang lain.

Perkembangan Bakat, Minat dan Kreativitas
Bakat yaitu potensi yang dibawa sejak lahir oleh setiap individu, yang sanggup dikembangkan melalui pendidikan dan latihan. Potensi ini sanggup diwujudkan menjadi suatu prestasi apabila mendapat kesempatan pendidikan dan latihan sesuai dengan bidangnya. Kreativitas yaitu kemampuan cipta, karsa dan karya seseorang untuk sanggup membuat sesuatu yang baru. Sesuatu yang gres itu sanggup ditemukan dengan menghubungkan atau menggabungkan sesuatu yang sudah ada. Minat yaitu kecenderungan dan fokus perhatian seseorang terhadap sesuatu hal atau merupakan acara tertentu.
Kreativitas yaitu talenta yang dimiliki oleh setiap orang yang sanggup dikembangkan dengan training dan aplikasi yang tepat. Banyak studi telah dilakukan perihal sikap kreatif dari para musisi, ilmuwan besar, arsitek, pujangga, dan pelukis. Hasilnya yaitu bahwa proses kreativitasnya sama, baik kreativitas itu terpusat pada pemecahan dilema sehari‑hari, atau inovasi ilmiah tingkat tinggi. Untuk beberapa tahun, proses kreativitas sanggup digambarkan dalam empat tingkatan, yaitu fase persiapan, inkubasi (pengeraman), wawasan, dan pengesahan.
Proses kreativitas individu dapat  diuraikan  sebagai berikut: pada tingkat persiapan, perjuangan dibentuk untuk memahami dan mengerti perihal kebutuhan personal. Selanjutnya pada tahap inkubasi atau pengeraman. Kemudian pada tingkat wawasan, yang membawa individu pada  pengertian baru. Akhirnya, tingkat  inovasi yang  menyadarkan individu perihal inspirasi kreatif‑pengesahan atau tingkat implementasi. Pandangan  yang  keliru  adalah  menganggap kreativitas  sebagai  proses mental yang hanya  dilakukan oleh orang tertentu saja seperti  pelukis,  yang  menghasilkan produk gres di bidang seni.

Tingkat  Berfikir  Kreatif
Terdapat  tiga  tingkat  berfikir kreatif. Semiawan (1990) mengemukakan  tiga  tingkat  kreativitas  yang masing-masing  tingkat mempunyai  ciri  kognitif dan  afektif.  Tingkatan  kreatif meliputi: (1) Fungsi divergen; (2) Proses pemikiran dan perasaan yang majemuk; dan (3) keterlibatan dalam tantangan-tantangan nyata.

Tingkat I: Fungsi divergen

          Tingkat ini merupakan awal proses kreatif. Anak yang melaksanakan latihan  pada tingkat  ini  akan  membuatkan kemampuan divergen, yaitu keterbukaan terhadap aneka macam kemungkinan.  Secara kognitif anak membuatkan fungsi-fungsi divergen meliputi perkembangan dari kelancaran (fluency), kelenturan (flexibility), keaslian (originality), dan keterincian (elaboration) dalam berpikir.
  Selanjutnya Semiawan menjelaskan,  bahwa  tingkat  pertama  yang  disebut tingkat  kreatif  meliputi kesediaan untuk menjawab, keterbukaan terhadap pengalaman, kesediaan mendapatkan kesamaran atau kedwiartian (ambiguity), kepekaan terhadap dilema dan tantangan, rasa ingin tahu, keberanian mengambil risiko, kesadaran, dan kepercayaan kepada diri sendiri. Tingkat ini merupakan landasan atau dasar di mana berguru kreatif berkembang. Dengan demikian, tahap ini meliputi sejumlah metode dan teknik yang sanggup dipandang sebagai dasar dari berguru kreatif.

 

Tingkat II: Proses pemikiran dan perasaan yang beragam

          Pada tingkat ini terjadi  peningkatan kemampuan  kreatif serta  ciri  afektif  dan kognitif anak lebih diperluas dan diterapkan. Segi pengenalan dari tingkat II ini meliputi penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian (evaluasi). Di samping itu, termasuk juga transformasi dari beraneka produk dan isi, keterampilan metodologis atau penelitian, dan pemikiran yang melibatkan analogi dan kiasan (metaphor).
  Segi afektif pada tingkat ini meliputi keterbukaan terhadap perasaan-perasaan dan konflik yang majemuk, mengarahkan perhatian kepada masalah, penggunaan imajinasi dan tamsil, meditasi dan kesantaian (relaxation), serta pengembangan “keselamatan” psikologis dalam berkreasi atau mencipta. Terdapat pementingan yang nyata pada pengembangan kesadaran yang meningkat, keterbukaan fungsi-fungsi prasadar, dan kesempatan-kesempatan untuk pertumbuhan pribadi.

          Tingkat III: Keterlibatan dalam tantangan-tantangan yang nyata
          Proses kreatif pada  tingkat  pertama dan kedua merupakan dasar bagi keterlibatan afektif dan kreatif terhadap permasalahan dan  tantangan yang nyata. Anak  mengalami  keterlibatan dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berdikari dan yang diarahkannya  sendiri. Siswa berguru kreatif mengarah pada identifikasi tantangan-tantangan atau masalah-masalah yang berarti, pengajuan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan masalah-masalah itu, dan pengelolaan sumber-sumber yang mengarah pada perkembangan hasil atau produk (Semiawan, 1990).         Pada tingkat III meliputi internalisasi  nilai-nilai dan sistem nilai (Kratwohl dkk, 1964), keterikatan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang produktif, dan upaya untuk mencari pengungkapan (aktualisasi) diri dalam hidup (Maslow, 1968).


Memupuk  Iklim  yang  Kreatif 

          Semiawan lebih lanjut menjelaskan berguru kreatif sanggup berlangsung secara lebih lancar dalam suatu iklim yang menunjang pendayagunaan kreativitas. Untuk mendorong berpikir kreatif, perlu diusahakan suatu suasana terbuka terhadap gagasan-gagasan baru. Lingkungan siswa perlu diusahakan supaya ikut membantu menghilangkan hambatan-hambatan untuk berpikir kreatif. Dalam iklim yang kreatif ini terdapat siswa dan guru, anak dan orang bau tanah saling mendapatkan dan saling menghargai. Dukungan dan sikap positif dari guru, orang tua, pendidik, dan pengasuh, akan menimbulkan dorongan dalam diri anak untuk ungkapan kreatif.
  Berikut ini dikemukakan beberapa saran untuk membuat iklim dan suasana yang mendorong dan menunjang pemikiran kreatif (Semiawan, 1990):
(1)   Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak atau siswa.
(2)   Berilah waktu kepada anak/siswa untuk memikirkan dan membuatkan gagasan kreatif. Kreativitas tidak selalu timbul secara eksklusif dan spontan.
(3)   Ciptakanlah suasana saling menghargai dan saling mendapatkan antar anak atau siswa, antara anak dengan orang tua, dan antara siswa dengan guru atau pengasuh; sehingga anak atau siswa sanggup bekerja sama, membuatkan dan berguru secara bersama maupun secara mandiri.
(4)   Kreativitas sanggup diterapkan dalam semua bidang kurikulum dan bidang ilmu. Kreativitas bukanlah monopoli bidang seni.
(5)   Doronglah kegiatan berpikir divergen dan jadilah nara sumber dan pengarah.
(6)   Suasana yang hangat dan mendukung memberi keamanana dan kebebasan untuk berpikir menyelidiki (eksploratif).
(7)   Berilah kesempatan kepada anak atau siswa untuk berperan serta dalam mengambil keputusan.
(8)   Usahakanlah supaya semua anak atau siswa terlibat dan dukunglah gagasan dan pemecahan anak atau siswa terhadap dilema dan planning (proyek). Mendukung tidak sama dengan menyetujui. Mengusahakan berarti menerima, menghargai, dan apabila masih belum tepat usahakan ketepatan pemecahan secara bersama.
(9)   Bersikaplah positif terhadap kegagalan, dan bantulah anak atau siswa untuk menyadari kesalahan atau kelemahan serta usahakan peningkatan gagasan atau usahanya supaya memenuhi syarat, dalam suasana yang menunjang atau mendukung. 

Sumber Bacaan:

Hurlock, E.B. (1956). Child Development. New York: McGraw-Hill Book Co.

Kartini Kartono. (1992). Psikologi Wanita; Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa. Bandung: Mandar Maju.

Santrock, W John. (1992). Life Span Development. Texas: Wm. C. Brown Communication, Inc.

Semiawan, Conny, A.S. Munandar, S.C.U. Munandar. (1984) Memupuk Bakat  dan Kreativitas  Siswa Sekolah  Menengah: Petunjuk Bagi Guru dan Orang Tua. Jakarta: Gramedia.

Semiawan, Conny. (1996). Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Gramedia.


========================================================





= Baca Juga =