Berdasarkan UU No. 8/2015 perihal Perubahan Atas undang-Undang No. 1/2015 perihal Penetapan Perpu No. 1/2014 perihal Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-Undang, khususnya pasal 162 ayat (03). “Gubernur, Bupati, atau Walikota tidak boleh melaksanakan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung semenjak tanggal pelantikan,” demikian suara pasal tersebut.
Selain itu, berdasarkan UU No. 05/2014 perihal ASN, Pejabat Pembina Kepegawaian tidak boleh mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua) tahun terhitung semenjak pelantikannya, dan dikecualikan bagi melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun sanggup dilakukan sehabis menerima persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya sanggup diduduki paling usang 5 (lima) tahun. Jabatan Pimpinan Tinggi dapat diperpanjang berdasarkan pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan berdasarkan kebutuhan instansi sehabis menerima persetujuan Pejabat Pembina Kepegawaian dan berkoordinasi dengan KASN.
Kelompok Jabatan Pimpinan Tinggi Utama yaitu kepala Lembaga pemerintah nonkementerian, seperti:
Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (BEK)
Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG)
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN)
Kepala Badan Keamanan Laut Republik Indonesia (Bakamla)[3]
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN)
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)
Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten)
Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM)
Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN)
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS)
Kepala Badan SAR Nasional (Basarnas)
Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan)
Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN)
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP)
Kepala Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas)
Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan)
Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg)
KepalaPerpustakaan Nasional RepublikIndonesia (Perpusnas)
Kelompok Jabatan Pimpinan Tinggi Madya yang meliputi :
sekretaris jenderal kementerian,
sekretaris kementerian,
sekretaris utama,
sekretaris jenderal kesekretariatan forum negara,
sekretaris jenderal forum nonstruktural,
direktur jenderal,
deputi,
inspektur jenderal,
inspektur utama,
kepala badan,
staf jago menteri,
Kepala Sekretariat Presiden,
Kepala Sekretariat Wakil Presiden,
Sekretaris Militer Presiden,
Kepala Sekretariat Dewan Pertimbangan Presiden,
sekretaris tempat provinsi,dan
jabatan lain yang setara.
Kelompok Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama yang meliputi :
direktur,
kepala biro,
asisten deputi,
sekretaris direktorat jenderal,
sekretaris inspektorat jenderal,
sekretaris kepala badan,
kepala pusat,
inspektur,
kepala balai besar,
asisten sekretariat tempat provinsi,
sekretaris tempat kabupaten/kota,
kepala dinas/kepala tubuh provinsi,
sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan
jabatan lain yang setara.
Pejabat Pimpinan Tinggi harus memenuhi sasaran kinerja tertentu sesuai perjanjian kinerja yang sudah disepakati dengan pejabat atasannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pejabat Pimpinan Tinggi yang tidak memenuhi kinerja yang diperjanjikan dalam waktu 1 (satu) tahun pada suatu jabatan, diberikan kesempatan selama 6 (enam) bulan untuk memperbaiki kinerjanya. Dalam hal Pejabat Pimpinan Tinggi tidak menandakan perbaikan kinerja maka pejabat yang bersangkutan harus mengikuti seleksi ulang uji kompetensi kembali. Berdasarkan hasil uji kompetensi tersebut, Pejabat Pimpinan Tinggi dimaksud sanggup dipindahkan pada jabatan lain sesuai dengan kompetensi yang dimiliki atau ditempatkan pada jabatan yang lebih rendah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi tersebut menyeleksi dan menentukan 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga calon nama pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih tersebut disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, untuk selanjutnya mengusulkan 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi madya tersebut kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan Presiden menentukan 1 (satu) nama dari 3 (tiga) nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya.
Pengisian jabatan pimpinan tinggi pratama dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi. Panitia seleksi tersebut melaksanakan seleksi memilih 3 (tiga) nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama untuk setiap 1 (satu) lowongan jabatan. Tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi pratama yang terpilih disampaikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian melalui Pejabat yang Berwenang, dipilih 1 (satu) dari 3 (tiga) nama calon untuk ditetapkan dan dilantik sebagai pejabat pimpinan tinggi pratama. Tetapi Khusus untuk pejabat pimpinan tinggi pratama yang memimpin sekretariat tempat kabupaten/kota sebelum ditetapkan oleh bupati/walikota dikoordinasikan dengan gubernur.
Terkait denga ketentuan di atas, MenpanRB melalui Surat Edaran No. 02/2016 perihal Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. menegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih yang gres saja dilantik, tidak diperbolehkan diperbolehkan melaksanakan penggantian pejabat di lingkungan pemda yang dipimpinnya dalam jangka waktu enam bulan semenjak tanggal pelantikan. Para kepala tempat yang gres saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun semenjak peresmian pejabat tersebut.
Terkait denga ketentuan di atas, MenpanRB melalui Surat Edaran No. 02/2016 perihal Penggantian Pejabat Pasca Pilkada. menegaskan bahwa Gubernur, Bupati dan Walikota terpilih yang gres saja dilantik, tidak diperbolehkan diperbolehkan melaksanakan penggantian pejabat di lingkungan pemda yang dipimpinnya dalam jangka waktu enam bulan semenjak tanggal pelantikan. Para kepala tempat yang gres saja dilantik juga tidak boleh mengganti pejabat pimpinan tinggi selama dua tahun semenjak peresmian pejabat tersebut.
Menurut Yuddy, surat edaran itu diterbitkan untuk mengingatkan kepada para kepala tempat hasil pilkada serentak yang baru-baru ini dilantik. Hal itu perlu dilakukan demi kesinambungan serta penjaminan pengembangan karier Aparatur Sipil Negara (ASN) di masing-masing daerah.
Surat edaran itu mengacu dua undang-undang. Pertama, UU No. 8/2015 perihal Perubhan Atas undang-Undang No. 1/2015 perihal Penetapan Perpu No. 1/2014 perihal Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota menjadi undang-Undang, khususnya pasal 162 ayat (03). “Gubernur, Bupati, atau Walikota tidak boleh melaksanakan penggantian pejabat di lingkungan Pemerintah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu enam bulan terhitung semenjak tanggal pelantikan,” demikian suara pasal tersebut.
Undang-undang yang kedua, yaitu UU No. 05/2014 perihal ASN, khususnya pasal 116. Ayat (1) Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) tidak boleh mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama dua tahun terhitung semenjak peresmian Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali pejabat tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat jabatan yang ditentukan. Untuk penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya, berdasarkan ayat (2), sanggup dilakuikan sehabis menerima persetujuan Presiden.
“Kami mengimbau kepada para Gubernur, Bupati dan Walikota semoga tidak melaksanakan penggantian pejabat sebagaimana diamanatkan oleh peraturan perundangan tersebut,” ungkap Yuddy dalam surat edaran yang ditujukan kepada Gubernur, Bupati dan Walikota seluruh Indonesia.